Pengobatan Herpes Tidak Mencegah HIV

LONDON - Dokter menduga bahwa pasien herpes lebih mudah terinfeksi HIV. Karena itu ada anggapan bahwa dengan mengobati herpes, berarti dapat mengurangi risiko penularan HIV.

Namun, penelitian terbaru yang khusus meneliti tentang hal tersebut menunjukkan asumsi itu salah. "Hal itu sangat signifikan, penemuan yang mengecewakan," ujar Coordinator of the sexually transmitted infections control team World Health Organization (WHO), Francis Ndowa.

Hasil penelitian itu memicu pemikiran kembali mengenai strategi pencegahan penyebaran HIV di Afrika. Berkaitan dengan rencana umum pencegahan AIDS, yaitu dengan mengontrol penyakit menular seksual seperti herpes.

Penelitian terhadap sekitar 3.000 pria dan wanita terinfeksi herpes di Afrika, Peru, dan Amerika Serikat. Hampir setengah dari mereka berada dalam terapi pengobatan dengan aciclovis, yaitu obat yang berguna untuk menghentikan luka akibat herpes.

Satu tahun kemudan, para peneliti menumukan, 75 orang daro 1.581 orang yang menerika obat aciclovir terinfeksi HIV. Sisanya, 1,591 orang yang menerima pil placebo tanpa isi terinfeksi HIV.

Dalam percobaan, peneliti memilih partisipan yang memiliki penyakit herpes sekaligus berisiko tinggi terinfeksi AIDS. Penelitian tersebut juga menanyakan kepada partisipan setiap bulan mengenai aktivitas seksual.

Sebuah studi di Tanzania tahun 2007 lalu juga mengungkap, mengobati herpes tidak akan mengurangi risiko AIDS. "Mungkin kita perlu memberikan lebih banyak intervensi dalam pengobatan, dari yang kita telah lakukan," ujar Professor of global health and medicine University of Washington, Connie Celum.

Para ahli menduga adanya hubungan kompleks antara kedua virus penyakit tersebut yang masih belum dimengerti sepenuhnya.

Saat ada luka, maka sel darah putih akan muncul ke permukaan kulit untuk memerangi virus. Sementara itu, sel darah putih adalah reseptor untuk HIV.

Namun, Ndowa dan Celum mengatakan strategi untuk memerangi AIDS dengan pengobatan herpes bisa saja berhasil. Syaratnya, dibarengi dengan perubahan dosis atau kekuatan obat yang digunakan.

"Kami belum memahami mengapa percobaan itu tidak berhasil, tapi tetap saja langkah tersebut dianggap potensial. Mungkin saja kita terlalu banyak berharap dari sebuah tablet yang diminum dua kali sehari dapat mencegah HIV," sebut Ndowa.
(sindo//tty)

0 komentar:

Posting Komentar